Jumat, 16 Desember 2011

Unsur-Unsur Dakwah

Unsur – unsur dakwah yaitu komponen – komponen yang harus ada dalam setiap kegiatan dakwah (Munir dkk,2006:21). Tanpa adanya unsur – unsur dakwah maka berakibat terhambatnya suksesi dakwah kepada umat. Begitu sangat urgen unsur – unsur dakwah sehingga dapat mempengaruhi suksesi dakwah. Unsur – unsur dakwah terdiri dari da`i (pelaku dakwah), mad`u (objek/mitra dakwah), maddah (materi dakwah), washilah (media dakwah), thariqah (metode), logistik dan atsar (efek dakwah).
    Setelah tahu bahwa unsur – unsur dakwah terdiri dari da`i (pelaku dakwah), mad`u (objek/mitra dakwah), maddah (materi dakwah), washilah (media dakwah), thariqah (metode), logistik dan atsar (efek dakwah), dll. Maka dari itu perlu dibatasi pembahasannya dalam makalah ini yaitu terfokus pada da`i (pelaku dakwah), mad`u (objek/mitra dakwah) dan maddah (materi dakwah).



Pengertian Da`i, Mad`u dan Maddah
1.    Da`i
    Dakwah tidak mungkin akan terselenggara jika unsur ini ditiadakan, walaupun mungkin unsur – unsur yang lain tersedia. da`i merupakan kata bahasa Arab yang diambil dari bentuk mashdar “دَاعِيَةٌ”  yang berubah menjadi fa`il “"دَاعِيٌ mempunyai arti “yang berdakwah” (Munawwir,1997:407). Jadi setiap orang yang berdakwah dapat disebut sebagai da`i.

    Da`i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok atau lewat organisasi  maupun lembaga (Munir dkk.,2006:21). Dalam hal ini istilah da`i bermakna umum. Namun demikian da`i sering disebut sebagai khatib (yang berkhutbah) dan atau mubaligh (juru penyampai ajaran Islam) dengan pengertian khusus.

    Nasaruddin Lathief mendefinisikan da`i sebagai Muslim dan Muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas (penerus) Ulama (Munir, dkk.,2006:22). Pada prinsipnya setiap Muslim dan Muslimat berkewajiban menjadi Da`i amar ma`ruf nahi munkar, lihat kembali                    Q.S. Ali `Imran/3:104. Walaupun demikian sudah menjadi maklum bila setiap Muslim dan Muslimah dapat berdakwah secara baik dan sempurna karena pengetahuan dan kesanggupan mereka berbeda – beda satu dengan yang lainnya. Bagaimanapun juga mereka harus tetap wajib berdakwah menurut ukuran kesanggupan dan pengetahuan yang dimilikinya. Ketika ada di antara mereka yang mempunyai kesanggupan dan pengetahuan yang istimewa atau secara spesialisasi maka ini kemudian disebut sebagai mubaligh.
   
    Agar dakwah bukan sekedar seruan dan sampai ke hati (tertancap) serta dapat mengurangi resiko “salah terima / salah paham” perlu adanya penambahan perlengkapan – perlengkapan yang istimewa (Yaqub,1986:37-39) yaitu:
a)    Mengetahui tentang Al Qur`an dan As Sunah Rasul sebagai pokok Ajaran Agama Islam.
b)    Memiliki pengetahuan Islam yang berinduk kepada Al Qur`an dan As Sunah seperti: Tafsir, Ilmu Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam dll.
c)    Memiliki pengetahuan yang menjadi alat kelengkapan dakwah seperti Metode Dakwah, Psikologi, Antropologi, Perbandingan Agama dll.
d)    Memahami bahasa / retorika Umat akan di ajak ke jalan Allah SWT, sehingga lebih komunikan dan mempunyai nilai pengaruh terhadap mad`u (Munir,2006:159-162).
e)    Penyantun dan lapang dada.
f)    Berani berkata benar kepada siapa pun dalam menyatakan, membela dan mempertahankan kebenaran. Allah SWT telah berfirman:
وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (١٣٩)
Artinya:
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.(Q.S. Ali `Imran/3:139)

g)    Memberi contoh dalam setiap medan kebajikan agar selaras antara kata dan tindakan dan tidak terkena dalil:
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ (٣)

    Artinya:
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan (Q.S. As Shaft/61:3).
h)    Berakhlak baik sebagai pribadi Muslim seperti: tawadhu`, tidak sombong, pemaaf dan ramah tamah.
i)    Memiliki ketahanan mental yang kuat dalam hal kesabaran, beretos kerja tinggi, berkemauan tinggi, optimis meski batu rintangan banyak menghadang.
j)    Berjiwa Mukhlisin, mengharap ridla Allah SWT semata.
k)    Mencintai tugas da`i / mubaligh dalam mendakwahkan amar ma`ruf nahi munkar serta tidak tertipu dengan keduniaan yang melalaikan namun tidak lupa pula dengan urusan keduniaan.
l)    Memperhatikan pembendaharaan kata – kata yang digunakan oleh mad`u sebelum berdakwah (Munir,2006:175).
m)    Membaca buku yang baik dan bermutu (Munir,2006:175).
n)    Mendengar pidato dari para ahli atau orang terkenal (Munir,2006:175).
o)    Mempelajari kata – kata baru lalu mempergunakannya (Munir,2006:175).
p)    Membaca kamus(Munir,2006:175).
    Ketika perlengkapan – perlengkapan yang bersifat karekter kepribadian ini ada pada sosok da`i maka akan mempermudahkannya dalam mendakwahkan Islam kepada umat dan dalam menghadapi rintangan serta cobaan yang akan selalu menghadang.
   
        Da`i mempunyai tugas dan fungsi dalam proses mendakwahkan Islam yaitu dengan jalan :
a)    Meluruskan i`tiqad (tekad), da`i bertugas meluruskan dan membersihkan kepercayaan masyarakat yang keliru seperti TBC (Tahayul, Bid`ah dan Khurafat) serta mengembalikan umat kepada kepercayaan yang Haq yaitu ajaran tauhid. Allah SWT telah berfirman :
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (١٠٨)

Artinya:
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik"(Q.S. Yusuf/12:108).
b)    Mendorong dan merangsang umat untuk beramal baik. Sesekali da`i harus bisa melakukan indzar yaitu membayangkan kesulitan dan kepahitan bila umat tidak melaksanakan amal kebaikan. Sesekali da`i juga harus memberikan tabsyir yaitu merangsang, membayang – bayangkan keberuntungan apa yang akan diperoleh jika umat melakukan amal kebaikan.
c)    Mencegah kemungkaran, jika umat Islam lemah untuk merubah kemungkaran maka merekalah yang akan turut dihanyutkan oleh kemungkaran itu dan malapetaka umat akan datang  sebagaimana Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الظَّالِمَ فَلَمْ يَاْخُذُوْا عَلَى يَدَيْهِ أَوْ شَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ. [رواه أبو ذاود و الترمذى و النساء]
Artinya:
Sesungguhnya manusia jika melihat kedhaliman (kemungkaran), sedangkan dia tidak berusaha mencegahnya, niscaya Allah akan mengumumkan Azab kepada mereka dari sisi-Nya.(HR. Abu Dawud, Turmudzi dan Nasa-i)

        Sangat pantaslah kemudian jika seorang da`i digelisahkan oleh kemungkaran dan kemaksiyatan yang meraja - lela di sekitarnya karena didorong keimanan mereka oleh sebab itu mereka berusaha menegurnya. Namun jika ada seorang da`i yang merasa bisa – bisa saja dari kondisi kemungkaran yang ada disekitarnya maka itu bertanda keimanannya sudah goyah dan dipertanyakan lagi.
d)    Membersihkan jiwa, sudah barang tentu seorang da`i harus bisa belajar dan selalu belajar untuk membersihkan jiwanya sebelum menyeru orang lain untuk membersihkan jiwa mereka. Rasulullah SAW bersabda:
إنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَ إِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى [رواه البخاري و مسلم]
Artinya:
Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung pada niatnya, dan sungguh setiap orang memperoleh apa yang dia niatkan. ( HR. Bukhari dan Muslim)
e)    Mengokohkan diri / Pembajaan diri, pada hakikatnya seluruh aspek kehidupan manusia harus dihayati oleh ruh Agama, hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (١٦٢)

    Artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.(Q.S. Al An`am/6:162)
        Para da`i hendaknya mengokohkan atau melakukan pembajaan untuk diri sendiri dan manusia Muslim lainnya agar karakter kepribadian hidupnya betul – betul didasarkan pada ajaran Agama Islam. Sehingga dapat menamengi dan memfilterisasi diri dari ajaran Luar Islam yang tidak sesuai dengan Islam.
f)    Membina persatuan dan persaudaraan, agar dapat membentuk masyarakat yang kokoh dan tidak mudah diserang oleh pihak – pihak yang dapat merusak Islam. Allah SWT telah memberikan sinyalemen pada firman-Nya:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (١٠)

Artinya:
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (Q.S. Al Hujurat/49:10).
g)    Menolak kebudayaan yang merusak, bergaul dengan banyak orang yang beraneka macam ras, suku, bangsa dan agama akan menyebabkan banyaknya budaya – budaya yang berkembang kemudian yang membutukan filterisasi/ penyaringan terhadap budaya – budaya tersebut. Jika budaya itu adalah baik tidak melanggar aturan Islam maka akan diterima, akan tetapi jika budaya itu melanggar aturan Islam maka harus ditolak.

2.    Mad`u
    Mad`u adalah masyarakat penerima dakwah, sasaran dakwah atau kepada siapa dakwah ditujukan, merupakan kumpulan dari individu di mana benih materi dakwah akan ditabur (Munir,2006:32). Sebelum berdakwah kepada mad`u maka sosok da`i harus mempelajari kondisi dan keadaan dari mad`u. Kegiatan memberikan pengaruh kepada mad`u apalagi dalam ranah dakwah amar ma`ruf nahi munkar bukanlah kegiatan yang mudah jika kita tidak mengetahui keadaan dari mad`u maka sangat memungkinkan akan mengalami kegagalan total (GATOT). Oleh sebab itu Ali bin Abi Thalib Ra. Pernah berkata:
  حَدِّثُوْا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُوْنَ, أَتُحِبُّوْنَ أَنْ يُكَذِّبَ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ؟
Artinya:   
Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka, Apakah engkau suka Allah dan Rasulnya didustakan?(Shahihu Al Bukhari:124 dalam Munir,2006:103).

             Dari Atsar Sahabah Ali bin Abi Thalib Ra. dapat menjadi dalil bahwa memperhatikan strata mad`u itu perlu agar tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap Allah dan Rasulnya sebelum berdakwah. Bahkan Rasulullah SAW pernah berkata kepada `Aisyah R.`Anhaa:
“Wahai `Aisyah, andaikan bukan karena kaummu baru masuk Islam, pasti aku akan merombak Ka`bah, dan aku jadikan dua pintu, pintu untuk masuk dan pintu untuk keluar.” (Fathul baari, syarh hadits bukhari No. 123 dalam Munir,2006:105).

             Ibnu Hajar al Asqalani menjelaskan hadits di atas bahwa Orang Quraisy waktu itu masih sangat mengagungkan Ka`bah, Rasulullah SAW berencana untuk merubah bangunannya tetapi beliau khawatir disangka nanti akan disangka macam – macam oleh penduduk Quraisy yang saat itu terhitung “baru masuk Islam”, akhirnya beliau mengurungkan rencananya.

             Dari beberapa petunjuk di atas kewajiban seorang Da`i pertama kali harus memperhatikan “Siapa mad`unya?”.

             Di awal surat Al Baqarah, mad`u dikelompokan dalam tiga rumpun, yaitu: mukmin, kafir dan munafiq. Imam Mujahid berkata :“empat ayat di awal Surat Al Baqarah mendiskripsikan tentang sifat orang mukmin, dua ayat setelahnya mendiskripsikan sifat orang kafir dan tiga belas ayat berikutnya mendiskripsikan sifat orang munafik…..”. Moh. Natsir mengelompokan mad`u menjadi tiga rumpun (Natsir dalam Munir, 2006 : 105) yaitu:
a)    Kawan yang setia sehidup semati, dari awal sampai akhir.
b)    Lawan yang selalu memusuhi secara terang – terangan dari awal sampai akhir.
c)    Lawan yang berpura – pura menjadi kawan , sambil menunggu saat yang tepat untuk menikam dari belakang……”.
d)    Penulis menambahkan, Lawan yang selalu memusuhi secara terang –terangan dari awal namun akhirnya menjadi kawan (terinspirasi dari masuknya Umar bin Khatab ke dalam Agama Islam).

            M. Bakhri Ghazali mengelompokan mad`u berdasarkan tipologi (Munir,2006:107-108) yaitu:
a) Tipe innovator, yaitu masyarakat yang memiliki keinginan keras pada setiap fenomena sosial yang sifatnya membangun, bersifat agresif dan tergolong memiliki kemampuan antisipatif (tanggap) dalam setiap langkah.
b) Tipe pelopor, yaitu masyarakat yang selektif dalam menerima pembaharuan dengan pertimbangan tidak semua pembaharuan dapat membawa perubahan positif. Untuk menerima atau menolak ide pembaharuan, mereka mencari pelopor yang mewakili mereka dalam menggapai pembaharuan itu.
c) Tipe pengikut dini, yaitu masyarakat sederhana yang kadang – kadang kurang siap mengambil resiko dan umumnya lemah mental. Kelompok masyarakat ini umumnya adalah kelompok kelas dua di masyarakatnya, mereka perlu pelopor dalam mengambil tugas kemasyarakatan.
d) Tipe pengikut akhir, yaitu masyarakat yang ekstra hati – hati sehingga berdampak kepada anggota masyarakat yang skeptic (ragu - ragu) terhadap sikap pembaharuan. Karena faktor kehati – hatian yang berlebih, maka setiap gerakan pembaharuan memerlukan waktu dan pendekatan yang sesuai untuk bisa masuk.
e) Tipe kolot, ciri – cirinya, tidak mau menerima pembaharuan sebelum mereka benar – benar terdesak oleh lingkungannya.

        Sedangkan mad`u berdasarkan klasifikasinya dapat dibagi menjadi dua pendekatan (Munir,2006:108) yaitu:
a)    Pendekatan kondisi sosio-budaya, yang terbagi dalam masyarakat kota dan desa.
b)    Pendekatan tingkat pemikiran, terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok masyarakat maju (industri) dan kelompok masyarakat terbelakang.

        Munir menyatakan tidak ada kesepakatan dalam pembagian klasifikasi mad`u sehingga dapat disimpulkan bahwa mad`u dapat dikelompokan dalam lima tinjauan (2006:108 - 109) yaitu:
a)    Mad`u ditinjau dari segi penerimaan dan penolakan ajaran Islam, ialah Muslim dan non Muslim.
b)    Mad`u ditinjau dari segi tingkat pengalaman ajaran agamanya, terbagi tiga yaitu dzalimun linafsih, muqtashid dan saabiqun bi alkhairaat.
c)    Mad`u ditinjau dari tingkat pengetahuan agamanya terbagi tiga ialah Ulama, pembelajar dan awam.
d)    Mad`u ditinjau dari struktur sosialnya, terbagi tiga yaitu pemerintah (al mala), masyarakat maju (al mufrathin), dan terbelakang (al mustadh`afiin).
e)    Mad`u ditinjau dari perioritas dakwah dimulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, dst.

3.    Maddah
Maddah dakwah yaitu isi pesan atau materi atau ideology dakwah yang disampaikan da`i kepada mad`u (Yaqub,1986:29). Maddah dakwah itu berupa Ajaran Islam itu sendiri. Pijakan pokok dari ajaran Islam yaitu Al Qur`an dan                 As Sunnah Rasulullah Muhammad SAW.

    Seorang da`i harus selalu mendalami maddah dakwah dengan melakukan penelitian serta perbandingan dengan keadaan sekitar. Semakin kaya pengetahuan seorang da`i mengenai maddah maka dia akan semakin baik dalam menyampaikan dakwahnya. Ajaran Islam itu dinamis, progressif (berkemajuan), dialektis dan romantis. Oleh karena itu seorang da`i hendaknya mampu menunjukan kehebatan ajaran Islam kepada mad`u yang berwujud masyarakat                 di sekitarnya melalui dalil – dalil atau keterangan – keterangan yang mudah dipahami oleh mereka.

    Ibarat seorang juru masak yang pandai menghidangkan cita rasa makanan lezat sehingga dinikmati oleh banyak orang yang mengonsumsi masakannya. Maka seorang da`i juga harus bisa mengemukakan maddah dakwah dengan baik dan bijaksana. Maddah dakwah Islam sangat luas hingga meliputi urusan dunia sekaligus akhirat. Pokok - pokok maddah dakwah Islam yaitu:
a)    Masalah Aqidah (Keimanan).
b)    Masalah Akhlaq.
c)    Masalah Syari`ah.
d)    Masalah Mu`ammalah.

    Maddah dakwah yang pokok di atas dapat diperbanyak menjadi tema – tema yang memotivasi mad`u agar merasa haus akan kajian Ajaran Islam,                     di antara tema – temanya yaitu:
a)    Mendakwahkan Tauhid berarti Mewarisi Dakwah Para Rasul Allah SWT.
b)    Hal – hal yang Membatalkan Syahadatain.
c)    Akhlaq Muda – Mudi Islami.
d)    Larangan Berbuat Kerusakan Kepada Diri dan Orang Lain.
e)    Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
f)    Penerapan Ekonomi Syariah di Perbankan Indonesia.
g)    Membudayakan Zakat agar Hidup Lebih Sehat, Sejahtera dan Selamat.
h)    Keunggulan Islam Dibandingkan Agama – agama lain.

    Maddah dakwah harus sesuai dengan kondisi dan keadaan dalam penyampaiannya. Namun bukan berarti bahwa maddah dakwah yang disampaikan pada hari – hari kemudian tidak diperlukan justru maddah dakwah Ajaran Islam perlu disebarluaskan secara tahapan (thabaqun `an thabaqin) menurut tempat dan proporsinya masing – masing.
 

About

PC IMM Banyumas 2011 - 2012.
Sekretariat Jln. dr. Angka No. 1 Purwokerto Contact Person 085228940947 (Dwi Setyowati)

Blog Archive