Oleh
Arif Hidayat (Ketua Bidang Penerbitan LPM OBSESI 2010/2011 STAIN
Purwokerto, Kabid Media dan Pengembangan Teknologi PC IMM Banyumas
2011/2012)
Ketika kita
mendengar kata mahasiswa adalah kelompok sosial masyarakat yang
berada dibagian yang menengah. Dan ini termasuk pada jenjang pemuda,
dimana akan membawa perubahan pada masyarakat. Maka mahasiswa yang
berada di kalangan menengah harus progresif dan menjadi motor
penggerak dalam masyarakat.
Sejarah
Pergerakan Mahasiswa
Pergerakan mahasiswa
dimulai pada masa penjajahan Belanda. Yang terasa pergerakannya pada
masa itu adalah mahasiswa yang belajar di luar negeri, namun tidak
dipungkiri juga yang belajar di bumi pertiwi. Ideologi pergerakan
mahasiswa sebelum kemerdekaan dapat dikategorikan dalam tiga bagian.
Yang pertama adalah yang mengenyam pendidikan di negeri Belanda. Tan
Malaka adalah salahsatunya, dan ideologi Marxisme menjadi paham yang
berkembang dalam pergerakan mahasiswa-mahasiswa ini. Yang kedua
adalah paham Pan Islamisme yang berkembang di Mesir dimana Agussalim
mengenyam pendidikannya. Yang terakhir adalah di negeri sendiri
Hindia Belanda berpaham Nasionalis yang digawangi oleh Soekarno. Pada
masa ini, pergerakan mahasiswa mempunyai peran emansipatoris yaitu
mahasiswa dapat merubah dan menjadikan varian baru sebuah ideologi
yang berkembang pada saat itu. Para mahasiswa ini mempunyai gagasan
tentang Kemerdekaan dan persiapan sebuah bangsa baru. Dan tentu saja
dengan keterlibatan aktif mahasiswa dalam pembangunan ideologi
bangsa, maka dapat dikatakan mahasiswa dapat dikatakan gerakan
politik juga.
Itulah pergerakan
mahasiswa yang berkembang pada masa kemerdekaan. Selang berapa puluh
tahun, tepatnya 1966 ada pergerakan mahasiswa yang menumbangkan
rezim pada saat itu. Dan tentu saja menumbangkan sebuah pergerakan
Bapak-bapak Pendiri Bangsa. Dan selang berapa belas tahun mahasiswa
tergerak kembali yang kita sebut dengan kejadian Malari. Pada
kejadian seperti itu mahasiswa turut aktif dalam politik praksis,
tentu saja hasil dari penumbangan rezim sebelumnya.
Dengan rezim yang
terkesan diam dan mahasiswa mendapat represi pergerakan bahkan di
dalam kampusnya sendiri masyarakat melihat tak ada yang terjadi pada
pemerintahan saat itu. Sehingga pada saat itu mahasiswa dalam keadaan
kritisme tertutup dan hanya bermuatan kognisi semata. Keadaan itu
tepatnya pada sekitar tahun 1990an. Namun pada tahun 1995 mahasiswa
bergerak secara emansipatoris karena hasil diskusi-diskusi yang
dilakukan selama 5 tahun tersebut. Dan dengan gerakan emansipatoris
tersebut muncullah gerakan yang kita sebut dengan gerakan
reformasi-namun sebenarnya adalah revolusi, pada tahun 1998. Namun
dari revolusi yang dilakukan mahasiswa tersebut dapat dilihat ada dua
kubu. Yang pertama adalah mengenai kelompok mahasiswa yang tergabung
dalam organisasi mahasiswa yang sekrang masih kita kenal seperti
PMII, HMI, IMM dan lain sebagainya, mereka menginginkan koreksi
terhadap orde baru yang sedang berjalan. Yang kedua adalah kelompok
mahasiswa yang tergabung dalam front-front mahasiswa, pada kelompok
ini menginginkan sebuah anti Orde Baru yang akan digantikan dengan
sistem lain-seperti yang kita lihat sekarang ini.
Saat Dekade Ini
Pada abad 19
mahasiswa Indonesia dapat kita lihat bahwa gerakan yang efektif
adalah gerakan emansipatoris tersebut sehingga memunculkan varian
idelogi baru dan dapat menumbangkan rezim saat itu. Berbeda halnya
pada zaman yang kita sebut dengan zaman reformasi sekarang. Yaitu
mengenai pergerakan mahasiswa yang cenderung hanya koreksi dan itu
hanya akan memperkuat rezim yang sedang berkuasa saat itu. Pergerakan
mhasiswa pada kali ini hanya berkisar pada gerakan moral semata belum
mencapai pada tingkatan gerakan politik. Selain itu juga untuk menuju
ke gerakan politik, mahasiswa harus mempunyai keadaan yang konstan
dalam gerakan moralnya sehingga mahasiswa dapat benar-benar
mengamalkan apa yang telah dipelajarinya dalam bangku kuliah.
Dalam pengamalannya
pun bukan tanpa dasar tindakan yang jelas, tetapi juga kekhasan
tersendiri yaitu bertindak global, dan berfikir lokal. Sehingga
mahasiswa dapat mempunyai ruh gerakannya tersendiri guna terbentuknya
masyarakat yang diharapkan. Dan jika ini tidak dilakukan oleh
mahasiswa maka yang terjadi adalah seorang intelektual non organik,
yaitu intelektual yang hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri. Dari
gerakan intelektual non organik tidak dapat mungkin menghasilkan
gerakan emansipatoris.
Pada dekade ini
mahasiswa merasa ada musuh yang harus dilawan guna tercipta
masyarakat utama tersebut namun jika hanya kalangan mahasiswa yang
bergerak tentu saja tidak akan menghasilkan sesuatu dan harus punya
rasa ketertarikan dari masyarakat itu sendiri. Maka dibangunlah
pola-pola pergerakan yang mengakar rumput guna tercipta masyarakat
sejahtera tersebut. Yaitu dengan berbagai cara :
- Memasifkan gerakan moral menuju gerakan politik dengan cara mengemas isu kepada masyarakat sehingga isu diterima oleh masyarakat
- Menggalang sekutu untuk mahasiswa, termasuk musuh. Ini dilakukan guna memberikan rangsangan terhadap penyadaran bersama dari musuh bersama.
Analisis
Problem
Bangun
Kader
Pendidikan
kritis basis
Kemas
Isu
Menggalang
Sekutu
Tindakan
Aksi
Perubahan
Analisis
Sosial dan Riset
Pendidikan
kritis basis. Yaitu memabngun kader yang kritis serta menularkannya
ke basis-basis di masyarakat
Mungkin
skema diatas dapat dilakukan oleh gerakan mahasiswa, namun itu tidak
boleh lepas dari ruh gerakan yang ada dalam gerakan tersebut, apakah
berhaluan nasionalis atau agamis. Kita sering mengenal seorang yang
berkoar-koar atas nama rakyat namun ketika tidak adak ruh gerakan
hanya akan bersifat oportunis semata tanpa memandang akibatnya.
Sosiolog Arif Budiman yang berasal dari Universitas Indonesia
mengatakan bahwa orang Indonesia itu berkepala idealis, isi dada yang
filosofis, perutnya berhaluan kapitalis, dan bawah perut bernuansa
liberalis. Selain itu mahasiswa kini terjebak dalam politik aliran,
sehingga sesama mahasiswa pun masih memandang politik aliran
masing-masing, dan tidak mungkin api pergerakan mahasiswa terus
berkobar apalgi bertambah besar.