Jumat, 09 Desember 2011

Menagih Peran Pergerakan Perempuan dalam Membangun Bangsa

    Oleh Silma Syahida (Kabid. Immawati PC IMM Banyumas 2011/2011, Sekretaris Umum EASA STAIN Purwokerto 2009/2010)

     Masalah yang di hadapi bangsa dan dunia kemanusiaan saat ini sangatlah kompleks. Karena disadari atau tidak ternyata kita belum lepas sepenuhnya dari penjajahan. Memang secara fisik kita boleh berbangga telah merdeka, namun kemiskinan, pendidikan, kekerasan, pengangguran dan kerusakan lingkungan hidup dan penjajahan ideologi  tak dapat terelakan lagi telah menggerogoti tiap sendi-sendi kehidupan bangsa kita.
Menyoroti dan mencari solusi atas peliknya permasalahan bangsa yang senantiasa memposisikan  rakyat sebagai  objek penindasan merupakan tanggungjawab bagi kaum muda. Pasalnya saat ini peran-peran kaum pergerakan dan kaum intelektual muda adalah tombak dari perjuangan yang diharapkan akan membawa perubahan bangsa ini. Dan tentu saja dalam mengambil peran untuk perubahan ini maka perlu adanya keselarasan perjuangan dari berbagai elemen gerakan.
    Organisasi pergerakan perempuan dewasa ini  telah banyak bermunculan dengan berbagai corak dan ideologi yang mendasari pergerakan mereka. Hal ini tentu saja menambah kekuatan baru di dunia pergerakan dan perjuangan bangsa ini. Setelah sekian lama perempuan selalu dikungkung dalam pandangan yang bias gender, dimana perempuan ditempatkan pada ruang-ruang  yang terbatas, serta diposisikan sebagai second human dalam dunia sosial. Dari begitu banyaknya rentetan tudingan terhadap kaum perempuan,  maka lumrah saja ketika semua itu menimbulkan praktik ketidakadilan gender. Berkembangnya kondisi masyarakat hingga memasuki peradaban baru di era kini, menjadikan pehelatan tentang wacana diskursus gender  merambat di segala bidang, pasalnya sekalipun kini perempuan mulai mendapatkan posisi di kehidupan sosial  dan kemasyarakatan,  akan tetapi pro kontra tentang persamaan hak antara perempuan dan laki-laki masih ramai berkumandang, apalagi dengan mencuatnya wacana gerakan merumahkan perempuan kembali sebagai keutamaan peranan dengan landasan teologi.

Jika kita tengok  pandangan KH Ahmad Dahlan tentang peranan perempuan, maka bisa kita lihat gagasan kesetaraan yang beliau usung semenjak beliau berkiprah untuk men-syi`ar kan Islam. Meskipun pada saat itu beliau berada di tengah- tengah budaya dan masyarakat yang kental dengan patriarkisme, beliau menempatkan dan mengarahkan perempuan agar memiliki peranan yang strategis untuk bertindak progresif. Baginya tidak sepantasnya perempuan hanya mengurusi rumah tangga, karena perempuan memiliki tanggung jawab yang sama dalam tugas-tugas sosial untuk memberikan pencerahan dan kesejahteraan umat  manusia. Sehingga tidak ada halangan bagi perempuan untuk berperan dalam kehidupan kemasyarakatan dan kebangsaan.
 Dalam diskursus feminisme, dikenal istilah peran domestik dan peran publik. Domestik berarti peran perempuan dalam rumah tangga baik sebagai istri ataupun ibu yang sering disebut dengan ibu rumah tangga sedangkan peran publik berarti peran perempuan di masyarakat, baik orientasinya untuk mencari nafkah atau untuk mengaktualisasikan diri dalam ruang sosial, politik, ekonomi atau dakwah.
Manakah yang lebih utama bagi perempuan, berperan di wilayah publik atau domestik?  Pejuang feminisme liberal mungkin akan mengatakan bahwa perempuan yang modern adalah perempuan yang mampu berkiprah di ruang publik. Lantas bagaimana dengan perempuan yang memilih ruang domestik sebagai aktivitas kerjanya?
Bukanlah menjadi sebuah aib ketika perempuan berada di wilayah domestik, karena peran tersebut juga memegang fungsi yang amat penting dalam kehidupan. Dan bukan hal yang bertentangan pula ketika perempuan memasuki wilayah publik karena perempuan memiliki hak yang sama dengan laki laki untuk berkiprah. Dan semua itu berlaku pula pada laki-laki yang memilih untuk berperan di salah satu atau dua wilayah tersebut. Karena pada dasarnya keadilan adalah bagaimana agar tidak terjadi perampasan hak dan penindasan antara keduanya.
    Di tengah kondisi  masyarakat yang masih di warnai akan bias gender, maka tak khayal ketika masalah yang terjadi di dunia perempuan hingga kini masih bermunculan dengan ritme yang kencang, hal ini menjadi  polemik tersendiri bagi perempuan yang menjadi objeknya. Kasus-kasus kekerasan baik secara fisik atau mental, hingga kini terus terjadi, sebagaimana kita lihat di media tentang berita- berita yang menimpa perempuan seperti penyiksaan tenaga kerja wanita, perdagangan, eksploitasi perempuan dan kekerasan domestik. Semua  konflik itu hadir dalam lingkaran kehidupan perempuan disekitar kita. Dan kejadian-kejadian tersebut hingga kini menjadi momok yang mengancam perjalanan hidup kaum perempuan. Dan fenomena semacam ini tidak boleh di biarkan hingga mengakar kuat. sebagai gerakan kaum muda selayaknya kita melakukan tindakan untuk menghapuskan praktek-praktek tersebut.
    Ketika kemungkaran terjadi di depan mata maka wajib hukumnya bagi setiap orang untuk memeranginya. Seperti apa yang di sabdakan Rosulullah SAW, jika kau melihat kemungkaran terjadi maka perangilah dengan tanganmu jika tidak bisa maka dengan mulutmu jika tidak bisa maka dengan hatimu, dan itulah selemah lemahnya iman. Dan tugas ini bukanlah dibebankan kepada satu jenis kelamin saja. Perjuangan tidak memandang kau adalah lelaki atau kau perempuan. Tapi bagaimana kau bisa bertindak. Dan hitam putihnya kehidupan dibawah langit adalah menjadi tanggung jawab semua umat manusia baik itu laki laki ataupun perempuan untuk itulah ketidak adilan pada perempuan harus segera terselesaikan agar kedepan tidak ada lagi dominasi yang menindas satu jenis kelamin yang melahirkan kesengsaraan. Karena Allah SWT pun tidak membedakan hambanya seperti yang tertera  dalam QS An-Nisa:


وَمَنْ يَعْمَلْ ِمنْ الصّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرِ أوْ أنثى وَهُوَ مُؤمِنٌ فألئِكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنّة وَلايُظلَمُوْنَ نَقِيْرًا

“Dan barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk kedalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun “(QS An Nisa:124)
    Praktik ketidak adilan terhadap perempuan yang sampai kini masih ramai terdengar merupakan imbas dari pencitraan yang di nisbatkan kepada perempuan, adanya konstruk social  dan budaya yang mempengaruhi pendidikan bias gender, pada akhirnya membangun karakter perempuan menjadi makhluk tak berdaya di bawah kekuasaan patriarkis, dan membangun mindstreem pada kalangan perempuan bahwa perempuan memang tercipta dan diciptakan untuk menjadi kaum tak berdaya. Bisa dicontohkan saat kita di bangku sekolah dasar saat moment pemilihan ketua kelas, perempuan akan selalu diarahkan untuk duduk di posisi sekretaris, jika bicara sekretaris maka haruslah perempuan sedangkan ketuanya adalah lelaki. Bentuk penanaman pandang seperti ini sudah terjadi mulai dari kita kecil. Dan pola-pola pendidikan seperti inilah yang perlahan-lahan mempengaruhi peran perempuan dalam melanggengkan citra dalam dirinya yang tak bisa setara dengan laki-laki. Dan untuk mendekonstruksi dominasi ini, jelas membutuhkan waktu yang lama dan energy yang tak sedikit.
Menyelaraskan antara kaum perempuan dengan laki laki agar beriring berlomba menyeru kebaikan  dan berbagi peran dalam amar ma`ruf nahi munkar, disini perlu digaris bawahi bahwa kesetaraan antara laki-laki dan perempuan itu tidaklah berarti kesamaan dalam segala hal, adanya perbedaan biologis dan fisiologis keduanya menyebabkan perbedaan yang bersifat fungsional, bukan secara substansi atau nilai. Seperti adanya siklus reproduksi yang ada pada perempuan sedikit banyak mempengaruhi fungsi mereka dalam kehidupan. Dan bukanlah menjadi tanggung jawab satu jenis kelamin saja untuk berkiprah membangun bengsa namun yang demikian itu adalah tanggung jawab bagi orang- orang yang berfikir.
 

About

PC IMM Banyumas 2011 - 2012.
Sekretariat Jln. dr. Angka No. 1 Purwokerto Contact Person 085228940947 (Dwi Setyowati)

Blog Archive