Dalam
jenjang pendidikan di Indonesia terbagi dalam beberapa bagian, antara
lain pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah,
pendidikan kejuruan dan perguruan tinggi. Dalam pendidikan pra
sekolah kita mengenal dengan nama PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini),
pada masa ini pendidikan diperuntukkan untuk anak-anak yang masih
balita dan tujuannya memang mengenalkan dunia sekolah. Jenjang
selanjutnya yaitu Pendidikan Dasar yang kita sebut dengan Sekolah
Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Lama pendidikannya adalah 6 tahun.
Pembelajaran pada masa ini adalah mengenalkan keilmuan dasar dari
seluruh bidang ilmu. Selanjutnya kita mengenal pendidikan mengenah
yang terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama yaitu pendidikan
menengah pertama yang sering kita sebut dengan SMP atau MTs.
Pada
jenjang ini murid dikenalkan dengan ilmu-ilmu yang lebih tinggi dari
pendidikan dasar dan tentu saja pengembangan karakter dikuatkan guna
membentuk peserta didik yang matang. Bagian kedua adalah pendidikan
menengah atas, pendidikan ini menitik beratkan pada spesifikasi
bidang ilmu yang menurut peserta didik dapat menempuhnya. Jika pada
menengah pertama peserta didik disugui dengan bidang ilmu yang
membagi dua aliran utama yaitu Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu
Pengetahuan Sosial dengan memberikan cabangnya. Maka pada jenjang
menengah atas ini peserta didik akan diarahkan pada kecenderungan
keilmuannya yaitu Bahasa, IPA dan IPS. Berbeda halnya dengan
pendidikan kejuruan, pendidikan ini khusus dan memang untuk peserta
didik yang khusus. Yaitu menyiapkan peserta didik pada lapangan kerja
setelah bermasyarakat nanti.
Pada
tiga jenjang pendidikan diatas peserta didik dibentuk aspek kognitif,
afektif dan psikomotoriknya. Namun dengan keterbatasan kapasitas
seorang peserta didik yang masih pada jenjang dasar, menengah dan
kejuruan tidak cukup kuat untuk merubah masyarakatnya. Itu disebabkan
karena selain jiwanya yang masih labil, namun peran guru yang dominan
juga mengakibatkan peserta didik pada jenjang ini mengalami
kemandegan keilmuan hanya berkutat pada aspek kognitif saja, ditambah
dengan kebijakan pemerintah yang memberlakukan ujian nasional.
Pada
jenjang mahasiswalah seharusnya seorang peserta didik berkembang
untuk tidak hanya sekedar mengisi otaknya. Namun juga dipertimbangkan
ilmu tersebut dan dimanfaatkan semaksimal mungkin guna kebaikan
bersama dalam masyarakat. Karena memang mahasiswa adalah bagian dari
elemen masyarakat yang hendaknya dapat merubah kaum kita yang memang
sedang dalam keadaan terpuruk dan terbelakang. Karena kita sadar,
bahwasannya mahasiswa adalah kelompok masyarakat yang memang
mempunyai akses pengetahuan tinggi mengenai segala ilmu. Selain itu
juga mahasiswa berada pada jenjang pemuda yang siap membangun
masyarakat nantinya, selain kuat juga tenaganya dibanding kaum tua
dan kaum remaja.
Mahasiswa
sekarang?
Sudah
menjadi pengetahuan umum bahwasannya 1998 lalu rezim Soeharto
ditumbangkan oleh kelompok mahasiswa. Kala itu mahasiswa bergerak
dengan menularkan virus pada mahasiswa lain dan menembak musuh
bersama-rezim Soeharto, dalam pergerakannya. Sehingga mahasiswa dapat
bersama-sama menumbangkan lawan dengan jelas. Pada masa itu memang
terjadi suatu krisis moneter yang melanda Indonesia dan tentu saja
masyarakat pun dengan setuju mahasiswa bergerak. Ditambah pula dengan
rezim otoriter membuat kalangan pers dan media dibuat tidak berkutik
dengan kebijakan rezim kala itu menambah kawan mahasiswa untuk
bergerak menumbangkan rezim.
Berbeda
halnya kala ini yang memang sudah terjadi pergeseran dari zaman
otoriter menuju zaman yang bebas. Pers yang ada sekarang mungkin
ribuan seantero jagad Nusantara ini dan membuat kebebasan berpendapat
pun terbuka lebar. Mahasiswa kini sering melakukan aksi-aksi yang
dilakukan di jalan raya, di tempat umum maupun tempat strategis
lainnya tanpa dicampuri pemerintah. Dan mahasiswa pun terus melakukan
itu, menyampaikan pendapatnya di tempat umum. Namun hasilnya tak
begitu terlihat, hanya terlihat saat menyatakan kepada pemerintah
dengan kata-kata manis mereka untuk menampung aspirasi mahasiswa.
Seperti
itu mahasiswa sekarang ini, menyatakan pendapat pada pemerintah untuk
didengar dan dilaksanakan. Itu memang cukup untuk memberikan yang
terbaik pada masyarakat kita. Namun ada formula lain yang perlu
dipertimbangkan dalam bergeraknya mahasiswa. Yaitu think
globaly act locally. Pemilihan
formula ini cukup ampuh menerut penulis, selain ada aksi nyata dari
mahasiswa sendiri dan bukan tidak mungkin akan ada efek domino yang
terjadi pada masyarakat. Daripada sekedar menyatakan pendapat pada
pemerintah yang hanya mengkritik pada beberapa sisi saja.
Berpikir
global artinya mencari sesuatu yang memang akan berdampak besar dalam
benak kita dan itu bukan hanya berasal dari dalam masyarakat
mahasiswa sendiri melainkan dari sesuatu yang telah didapatnya.
Bertindak lokal yaitu melakukan sesuatu yang memang khusus
diperuntukkan bagi kalangan sekitar tanpa menghilangkan sesuatu yang
khas dari masyarakat tersebut. Jadi think globally act locally adalah
pikiran dalam otak kita yang berasal dari sesuatu yang besar dan akan
berdampak besar pada masyarakat serta dilakukan dengan tanpa
menghapus kekhasan dari masyarakat tersebut dan untuk masyarakat
tersebut.
Formula
think
globally act locally
merupakan suatu yang harusnya bisa diperbuat oleh kalangan akademisi
dengan berpikiran penuh kematangan intelektual untuk melakukan
sesuatu pada masyarakat. Sehingga apa yang ada dalam dirinya dapat
disalurkan pada masyarakat lainnya. Dan tentu saja pemerintah pun
akan melihat pada masyarakatnya berubah karena mahasiswa yang penuh
keilmuan yang bermanfaat, bukan hanya sekedar ada dalam otaknya saja.
Mungkin ada banyak sekali perwujudan dari think
globaly act locally,
tergantung dari bidang ilmu yang diambil oleh mahasiswa tersebut atau
bakat yang ada dalam mahasiswa tersebut. Ilmu itu bermanfaat ketika
itu ada dalam masyarakat dan membawa perubahan yang baik pula pada
masyarakat, bukan untuk disimpan sendiri.
Wujud
think
globally act locally
Salah
satu wujud dari think
globally act locally
adalah salah satunya melalui perumusan media yang mampu merubah rasa
untuk musuh bersama antara masyarakat dan mahasiswa. Ini menjadi
penting dalam perumusan pergerakan mahasiswa karena beberapa hal
dalam kaitannya dengan masyarakat. Hal tersebut adalah karena kita
sekarang pada zaman globalisasi yang dimana tempat satu dengan tempat
lain tidak terlalu jauh untuk dilewati begitu saja. Globalisasi ini
dimulai dari pasar yang kita kenal dengan pasar global-salah satunya
dengan Cina sekarang ini, sampai dengan globalisasi media-misal
internet, penambahan oplag media cetak, perluasan jaringan televisi
dan radio. Selain efek dari globalisasi media tersebut diatas, ada
hal yang lain perlu kita timbangkan yaitu mengenai teori
ketergantungan media.
Teori
ketergantungan media (dependency
theory) diperkenalkan
oleh pakar komunikasi massa Melvin De Flour dan Sandra Ball-Rokeach.
Teori ini membincangkan mengenai hubungan integral antara pemirsa,
media dan sistem sosial yang besar. Teori ini berpandangan bahwa kini
media menjadi suatu yang perlu disuguhkan dalam keluarga dan setiap
sistem sosial masyarakat. Untuk alasannya ada beberapa hal yaitu
antara lain pendidikan, informasi dan hiburan.
Media
yang perlu kita lihat itu bukan hanya sebuah pemberitaan oleh
wartawan lalu disiarkan oleh presenter atau pun dicetak melalui
koran. Namun lebih dari itu, media dapat berbentuk karya tulis
ilmiah, jurnal pendidikan, dan buku-buku.karena media salah satunya
adalah fungsinya sebagai mendidik mahasiswa. Begitu juga
pergerakannya mahasiswa sekarang ini seharusnya dengan menggalakkan
karya ilmiah dengan mempertimbangkan aspek “berpikir global dan
bertindak lokal”. Mahasiswa harus mendidik masyarakat lewat
buku-buku yang ramah lingkungan dan tidak berkiblat pada pandangan
kota yang kapitalis dan individualis.
Selanjutnya,
media sudah barang tentu mempunyai fungsi hiburan. Memang hiburan
sangat sulit untuk disusupi idealisme pergerakan mahasiswa, namun ada
celah untuk melakukannya yaitu dengan cara memberikan gambaran
mengenai mahasiswa melakukan aksi demi kepentingan masyarakat dan
membongkar kebobrokan pemerintah dengan dibumbui hiburan, misal
percintaan antar mahasiswa tersebut yang melakukan aksi. Dan
memberikan pendidikan cinta remaja bukan hanya mengenai kasih sayang
antar keduanya, melainkan aksi nyata untuk masyarakat dengan kasih
sayang mereka.
Informasi
merupakan yang terpenting dari sebuah pemberitaan di media. Informasi
berbeda halnya dengan pendidikan untuk masyarakat. Jika pendidikan,
seorang jurnalis menjelaskan secara rinci dengan argumen yang tepat
sehingga masyarakat dapat memahami ilmu apa yang akan diterima.
Berbeda halnya dengan informasi, seorang jurnalis melaporkan sesuatu
dengan apa adanya di tempat kejadian. Jika jurnalis diandaikan
seorang mahasiswa, maka mahasiswa pun harus menyampaikan sesuatu pada
masyarakat dengan apa adanya, tidak ada niatan apapun untuk
menyelewengkan masyarakat demi kepentingan mahasiswa. Dan
memberitakan pemerintah bukan hanya dari yang terlihat kurang baik,
namun memberitahukan juga kebaikan-kebaikannya.
Jika
itu semua dilakukan
Bukan
sebuah rahasia lagi jika mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan
masyarakat hanya apatis melihat seperti itu. Misal ketika ada tukang
becak yang berada di jalan, mereka hanya diam dan tidak ada rasa
untuk ikut bersama. Padahal kita sering mengatakan bahwa kita
memperjuangkan nasib mereka. Lalu apa yang harusnya yang dilakukan?
Diatas
sudah disampaikan bahwasannya think
globally act locally
menjadi landasan pemikiran original dari mahasiswa dalam bergerak,
ditambah lagi dengan pengaturan tambahan mengenai penggunaan media
yang tepat untuk diterapkan pada masyarakat. Sehingga masyarakat dan
lainnya tidak memandang mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan
sekedar wujud eksistensialis mahasiswa. Tapi dengan melakukan
pendidikan kepada masyarakat bahwa pergerakan mahasiswa untuk
kepentingan bersama. Pendidikan melalui media dapat dilakukan dengan
menampilkan film dokumenter, sinetron percintaan yang dibumbui
pergerakan mahasiswa, informasi mengenai pemerintah yang berimbang
dan tanpa sangkaan.
Memang
sulit menembus media yang kini juga mempunyai ideologi kapitalisme,
namun dengan memberikan pengertian kepada wartawan, dan redaksi media
bahwa mahasiswa melakukan itu terbaik untuk masyarakat. Walaupun kita
tidak harus membayar biaya iklan pada mereka.