“Naik – naik BBM
naik tinggi – tinggi sekali, Kiri kanan kulihat saja banyak rakyat sengsara”
1 April 2012 mungkin akan menjadi hari bertambahnya penderitaan rakyat
Indonesia, pemerintah akan menaikkan harga BBM, berbarengan dengan kenaikan
harga Tarif Dasar Listrik sebesar 10%. Dua kebijakan anti rakyat yang melanggar
konstitusi dan semakin meneguhkan rezim SBY – Budiyono sebagai antek neoliberal.
Subsidi BBM dianggap telah membebani APBN sehingga secara bertahap subsidi akan
terus dikurangi. Argumentasi yang sangat ganjil. Peniadaan subsidi BBM sekilas
menjadi kebijakan yang tidak anti rakyat, namun jika dicermati, kebijakan ini
merupakan pendukung neoliberal, dimana mekanisme pasar menjadi penentu harga
minyak. Memberikan subsidi bagi rakyat merupakan kewajiban negara dalam
menjalankan fungsinya. Opsi lainnya ialah, menaikan harga minyak. Kenaikan
harga minyak dunia dijadikan alasan utama oleh rezim ugal-ugalan yang dipimpin
oleh Susilo Bambang Yudhoyono. Apa pun yang dilakukan pemerintah, baik itu
pembatasan BBM atau kebijakan kenaikan harga BBM tetap saja merugikan rakyat.
Dampak kebijakan tersebut akan akan menambah beban masyarakat miskin hingga. Hal itu
terjadi karena adanya korelasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan
kenaikan harga kebutuhan lainnya, seperti konsumsi dan transportasi. Dimana masyarakat
miskin makin menderita. Yang seharusnya dilakukan pemerintah sebelum kebijakan
ini adalah mengevaluasi distributor BBM, seperti Pertamina. Dalam pengelolaan
dilapangan masih banyak terdapat penimbunan BBM dalam istilahnya “Pertamina Kencing” bersubsidi untuk
rakyat yang dilakukan oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab dan penghematan
APBN untuk kepentingan para pejabat. Tetapi pada kenyatannya APBN sejak tahun 2010 sampai dengan 2012, maka akan terlihat bahwa
Pemerintah mengarahkan pos subsidi APBN berkurang hingga mencapai lebih dari 3%
dari 17,96% pada tahun 2011 menjadi hanya 14,72% pada tahun 2012. Ironisnya,
hal ini berkebalikan dengan kenaikan anggaran belanja pegawai yang hampir
mencapai 3% dari sebelumnya 13,85% pada tahun 2011 naik menjadi 15,21% pada
tahun 2012.
Sebuah kesimpulan atas kegelisahan
ini, bahwa rencana kenaikan BBM ini harus ditolak karena ini merupakan
akal-akalan Pemerintah yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri dengan
menaikkan belanja birokrasi tanpa memikirkan rakyat. Adapun sikap dan tuntutan
IMM Banyumas adalah “Menuntut Turun SBY-BUDIONO Dari Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia” Amin.
Billahi
Fii Sabilil Haq, Fastabiqul Khairat.